Senin, 22 Oktober 2012

BUDIDAYA ECENG GONDOK


 Sutanto pensiunan Department Keungan kini beralih profesi dengan menggeluti budidaya eceng gondok yang bermula dengan mengikuti ilmu seminar. Pembudidayaan eceng gondok ini dapat ditemui di Wiyung, Surabaya. Tanto percaya bahwa alam semesta baik tumbuhan maupun hewan memiliki manfaat sehingga tidak terbuang sia-sia. Fenomena alam ini membuatnya berpikir, bagaimana tanaman eceng gondok yang berada di sungai depan rumahnya yang selama ini dibuang, nantinya dapat dimanfaatkan.
“Sebelumnya saya sering membersihkan eceng gondok depan rumah saya ini tapi setelah saya bersihkan justru tidak ada ikan lagi yang hidup di sungai itu.” tutur Tanto. Eceng gondok yang sebelumnya dikenal sebagai tanaman penganggu, ternyata bermanfaat sebagai instalasi pengolahan limbah karena dapat menarik pungutan partikel-partikel logam dan lainnya yang berasal dari limbah warga yang dibuang di sungai tersebut. Sehingga Tanto bertekat untuk membudidayakan eceng gondok tersebut sebagai penyaring limbah warga.
Tanto pada awalnya sangat berat untuk mengajak warga sekitar rumahnya agar peduli pada lingkungan sekitar. Beberapa warga di kampungnya mempunyai kebiasaan yang susah dihilangkan yaitu membuang sampah sembarangan di sungai. Tidak hanya sampah keluarga, tinja pun dibuang di sungai tersebut. Padahal lingkungan yang bersih itu dapat terhindar dari berbagai penyakit berbahaya, misalnya wabah nyamuk Demam Berdarah yang sering menyerang penduduk. Warga tidak menyadari bahwa DBD merupakan dampak dari lingkungan yang tidak bersih. Untuk menghindari hal-hal yang seperti itu Tanto berupaya keras untuk mengajak warganya peduli pada lingkungan.
“Dulu saya pernah nemuin kursi yang sudah tidak terpakai dibuang di kali itu akhirnya saya dan istri saya yang mengambil kursi dan menguburnya.” ujar Tanto. Namun atas kerja keras Tanto yang berusaha menyadarkan warganya tentang pentingnya lingkungan itu tidak sia-sia. Kini sebagian besar warganya sudah mulai peduli terhadap lingkungannya., bahkan sebagian besar warganya memanfaatkan budidaya eceng gondok tersebut untuk mendapat tambahan penghasilan. Beberapa warga disekitar ada yang memanfaatkan batang eceng gondok yang sudah dikeringkan untuk di jual pada pengrajin eceng gondok dengan harga lima ribu per kilonya dan beberapa warga lainnya membuat kerajinan dari eceng gondok berupa tas, tempat tisu, sajadah, souvenir pernikahan, dll.
Pengrajin eceng gondok yang biasa dipanggil Suryani ini pada awalnya mengikuti pelatihan kerajinan eceng gondok, pada awal tahun 2009 di kelurahannya dan memulai produksi pada tahun 2010. Hasil dari kerajinan ini bisa dijual dengan harga 50-125 ribu untuk tas sedangkan tempat tissu dapat dijual seharga 25-50 ribu. Harga yang dibuat tergantung dari variasi dan kesukaran produk yang dibuat. Hasil kerajinan eceng gondok ini sudah dipasarkan di Surabaya, Maluku, Sumatra, Lampung dan Bali. Pembuatan Kerajinan eceng gondok ini menyita waktu hanya satu sampai dua hari saja.
“Kalau ada pesanan banyak, saya meminta bantuan pada tetangga-tetangga sekitar agar tidak kualahan dan selesai sesuai deadline.” Jelas Suryani. Omset yang bisa dicapai dari hasil kerajinan ini sekitar 1,5-3 juta rupiah. Selain itu, Suryani juga pernah mengikuti Lomba Karya Penanggulangan Kemiskinan yang diadakan oleh Walikota Surabaya dan Suryani mendapatkan juara III pada pertengahan tahun ini. Kerajinan yang dipelopori oleh Suryani ini juga sering mengikuti pameran-pameran dan memiliki stan di Royal Plasa yang difasilitasi Dinas Koperasi. (Rika)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar