Sutanto pensiunan Department Keungan kini beralih profesi
dengan menggeluti budidaya eceng gondok yang bermula dengan mengikuti ilmu
seminar. Pembudidayaan eceng gondok ini dapat ditemui di Wiyung, Surabaya. Tanto percaya bahwa
alam semesta baik tumbuhan maupun hewan memiliki manfaat sehingga tidak
terbuang sia-sia. Fenomena alam ini membuatnya berpikir, bagaimana tanaman
eceng gondok yang berada di sungai depan rumahnya yang selama ini dibuang,
nantinya dapat dimanfaatkan.
“Sebelumnya saya sering membersihkan eceng gondok depan
rumah saya ini tapi setelah saya bersihkan justru tidak ada ikan lagi yang
hidup di sungai itu.” tutur Tanto. Eceng gondok yang sebelumnya dikenal sebagai
tanaman penganggu, ternyata bermanfaat sebagai instalasi pengolahan limbah
karena dapat menarik pungutan partikel-partikel logam dan lainnya yang berasal
dari limbah warga yang dibuang di sungai tersebut. Sehingga Tanto bertekat
untuk membudidayakan eceng gondok tersebut sebagai penyaring limbah warga.
Tanto pada awalnya sangat berat untuk mengajak warga sekitar
rumahnya agar peduli pada lingkungan sekitar. Beberapa warga di kampungnya
mempunyai kebiasaan yang susah dihilangkan yaitu membuang sampah sembarangan di
sungai. Tidak hanya sampah keluarga, tinja pun dibuang di sungai tersebut.
Padahal lingkungan yang bersih itu dapat terhindar dari berbagai penyakit
berbahaya, misalnya wabah nyamuk Demam Berdarah yang sering menyerang penduduk.
Warga tidak menyadari bahwa DBD merupakan dampak dari lingkungan yang tidak
bersih. Untuk menghindari hal-hal yang seperti itu Tanto berupaya keras untuk
mengajak warganya peduli pada lingkungan.
“Dulu saya pernah nemuin kursi yang sudah tidak terpakai
dibuang di kali itu akhirnya saya dan istri saya yang mengambil kursi
dan menguburnya.” ujar Tanto. Namun atas kerja keras Tanto yang berusaha
menyadarkan warganya tentang pentingnya lingkungan itu tidak sia-sia. Kini
sebagian besar warganya sudah mulai peduli terhadap lingkungannya., bahkan
sebagian besar warganya memanfaatkan budidaya eceng gondok tersebut untuk
mendapat tambahan penghasilan. Beberapa warga disekitar ada yang memanfaatkan
batang eceng gondok yang sudah dikeringkan untuk di jual pada pengrajin eceng
gondok dengan harga lima ribu per kilonya dan beberapa warga lainnya membuat
kerajinan dari eceng gondok berupa tas, tempat tisu, sajadah, souvenir
pernikahan, dll.
Pengrajin eceng gondok yang biasa dipanggil Suryani ini pada
awalnya mengikuti pelatihan kerajinan eceng gondok, pada awal tahun 2009 di kelurahannya
dan memulai produksi pada tahun 2010. Hasil dari kerajinan ini bisa dijual
dengan harga 50-125 ribu untuk tas sedangkan tempat tissu dapat dijual seharga
25-50 ribu. Harga yang dibuat tergantung dari variasi dan kesukaran produk yang
dibuat. Hasil kerajinan eceng gondok ini sudah dipasarkan di Surabaya, Maluku,
Sumatra, Lampung dan Bali. Pembuatan Kerajinan eceng gondok ini menyita waktu
hanya satu sampai dua hari saja.
“Kalau ada pesanan banyak, saya meminta bantuan pada
tetangga-tetangga sekitar agar tidak kualahan dan selesai sesuai deadline.”
Jelas Suryani. Omset yang bisa dicapai dari hasil kerajinan ini sekitar 1,5-3
juta rupiah. Selain itu, Suryani juga pernah mengikuti Lomba Karya
Penanggulangan Kemiskinan yang diadakan oleh Walikota Surabaya dan Suryani
mendapatkan juara III pada pertengahan tahun ini. Kerajinan yang dipelopori
oleh Suryani ini juga sering mengikuti pameran-pameran dan memiliki stan di
Royal Plasa yang difasilitasi Dinas Koperasi. (Rika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar